NAMORAMBE – “Gak pernah Mamak merasakan senang selama
hidup Maaakk..,” jerit anak perempuan Lastelma br Latumahena, begitu jenazah
ibu 7 anak yang tewas dibantai itu, tiba di rumah duka, kemarin (18/12) sekitar
pukul 13.00 WIB. Tak hanya dia, sejumlah tetangga dan kerabat juga tak kuasa
menahan tangis begitu ambulans tiba.
Peti jenazah
lalu digotong warga dan diletakkan di rumah semi permanen yang kondisinya
memprihatinkan. Begitu tutupnya dibuka, anak perempuan korban langsung memeluk
peti. Dia meraung sembari meratapi kepergian ibunya yang selama ini tak kenal
lelah kerja demi keluarga.
“Gak pernah
Mamak merasakan senang selama hidup Mak..Oh Mak Eeee..” ratapnya. Jelas saja
pelayat yang ada di sana, ikut meratapi kepergian Lastelma. Ya, selama hidup,
Lastelma memang dikenal baik dan ramah. “Orangnya berperawakan kecil, kurus dan
hidupnya cukup susah. Kita berharap polisi cepat mengungkap kasus pembunuhan
ini,” harap tetangga korban bermarga Limbong.
”Rajin kali dia
ini. Di kampung ini tidak pernah punya lawan. Memang hidup dia susah, lihat
saja rumah dia. Kami juga kaget begitu dapat kabar dia mati dibunuh di ladang,”
katanya lagi. Lastelma juga tak pernah ketinggalan tiap ada hajatan di kampung
itu, pasti ikut ambil bagian membantu. Begitu juga ibadah ke gereja, jarang tak
hadir.
Hal senada
dikatakan Br Ginting. “Udah lama dia tinggal di kampung ini. Mulai dia nikah
sama Wenpi Ginting. Anaknya 7, 3 orang di kampung, 3 lagi merantau di
Pekanbaru. Satu orang lagi sudah meninggal. Tadi anaknya yang merantau itu
sudah datang,” ucapnya terisak menetskan air mata.
“Dia tak pernah
bertengkar mulut sama warga. Orangnya suka bercanda. Makanya kami terkejut pas
tahu dia mati. Dia mati bukan di ladang dia, tapi ladang milik orang lain, dia
hanya numpang nanam aja,” tambahnya.
Begitu juga
Kades Kuta Tualang, Kec. Namorambe, Kab. Deliserdang, Gindawa Ginting (54).
“Taraf ekonominya memang sangat menyedihkan karena dia memang orang susah.
Kerja sehari-hari juga mocok-mocok bekerja upahan di ladang milik orang. Kami
juga tak menduga kalau korban mati dibunuh,” paparnya.
“Suaminya tidak
memiliki pekerjaan tetap. Kerjanya cuma mocok mocok. Dulu katanya memang dia
pernah kerja di pabrik namun saya tidak tau dimana itu pabriknya,” tambah
Gindawa, berharap pembunuhnya segera terungkap.
Lalu bagaimana
penyelidikan polisi? Kapolres Deliserdang, AKBP M Edi Faryadi SH Sik, kepada
wartawan di Mapolres Deliserdang mengungkapkan masih memeriksa dua orang saksi.
Yakni Wenpi Ginting (suami korban) dan Dona br Ginting (28), anak Lastelma yang
menemukan korban di perladangan. Dari keterangan sementara kedua saksi, lanjut
perwira berpangkat dua melati emas di pundak itu belum diketahui motif dan
siapa pelaku.
“Saat korban
ditemukan tewas oleh anaknya, suami korban berada di rumah. Untuk keperluan
penyelidikan kita akan memeriksa saksi tambahan diawali dari keluarga korban,”
sebutnya, tak menampik ada dugaan motif dendam karena luka paling banyak
ditemukan pada leher korban.
“Ada luka pada
tangan sebelah kiri korban, kuat dugaan jika pelaku menghabisi nyawa korban
dengan belati dari sebelah kiri. Namun korban sempat melawan sehingga
menimbulkan luka pada tangannya,” katanya.
“Hari ini jasad
korban diotopsi dan ahsil otopsi belum kita terima. Kita belum dapat
menyimpulkan apakah korban diperkosa terlebih dulu baru dibunuh atau pelaku
sengaja membuat alibi seolah-olah korban diperkosa untuk mengaburkan siapa
pelakunya. Kesimpulannya harus berdasarkan hasil otopsi,” tegasnya.
Apakah pelaku
kenal dengan korban? “Bisa saja pelaku kenal dengan korban. Tapi hingga saat
ini, belum ada mengarah siapa yang dicurigai. Kita masih melakukan
penyelidikan. Sabarlah, kasus ini pasti dapat terungkap,” pungkasnya.
Sementara itu
informasi diperoleh, hingga Kamis (18/12) malam, polisi sudah memeriksa tiga
saksi tambahan lagi yang berasal dari keluarga korban. “Belum ada titik terang
motif dan pelakunya,” ujar salah seorang personel polisi yang turun ke lokasi
kejadian.
Diberitakan
sebelumnya, pada Rabu (17/12) sekitar pukul 15.00, Lastelma pergi ke ladang
yang ditanaminya cabai dan ubi. Tanah yang ditanaminya dengan sistem pinjam
itu, berada di lokasi kemiringan 80 derajat. Sekitar satu setengah jam
kemudian, tiga orang anaknya, Dona br Ginting (28), Elias Ginting (21) dan Rudi
Ginting (19) menemukan korban sudah tak bernyawa lagi. Kondisinya setengah
bugil dan dipenuhi sejumlah luka tikaman.(cr2/man/trg)
No comments:
Post a Comment