>> Kasus Kekerasan Seksual
di Sekolah
MEDAN-PM
Komisioner
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Maria Ulfa menilai sudah saatnya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil langkah
terobosan, pasca mengemukanya kasus kekerasan seksual yang dilakukan dua siswi
SD Negeri Percobaan di Medan, terhadap temannya sesama perempuan berinisial
Nab.
Pasalnya, kasus kekerasan seksual yang
melibatkan anak sebagai pelaku dan korban, jumlahnya sangat luarbiasa. Bahkan
untuk semester pertama di tahun 2014 saja, jumlahnya telah mencapai 621 kasus.
Di mana sebagian di antaranya terjadi di lingkungan sekolah, seperti yang
dialami Nab. “Semester pertama di tahun 2014 saja, itu jumlahnya sudah 621
kasus, khususnya kekerasan seksual. Jadi kasusnya cukup tinggi dibanding
tahun-tahun sebelumnya. Karena itu perlu langkah-langkah terobosan,” ujarnya
kepada koran ini di Jakarta ,
Rabu (15/10).
Salah satu langkah terobosan, Kemendikbud kata
Maria, sudah saatnya menempatkan guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP) di
sekolah-sekolah dasar. Bahkan bila perlu hingga ke tingkat taman kanak-kanak.
Karena selama ini baru di tingkat SMP dan SMA yang memiliki guru BP. “Nah
selain itu, paradigmanya juga harus diubah. Jadi guru BP tidak lagi seperti
selama ini yang berfungsi ketika anak bermasalah. Jadi ke depan perannya itu
sudah pada pencegahan. Misalnya, guru BP harus memantau dan mengikuti
perkembangan anak didik. Dibuat laporannya. Jadi perkembangan masing-masing
anak bisa dilihat. Di tingkat SD selama ini kan belum ada guru BP, makanya Kemendikbud
harus fasilitiasi,” katanya.
Menurut Maria, kasus yang dialami Nab harus
dilihat secara utuh. Misalnya terhadap kedua pelaku, keduanya melakukan
kekerasan setelah melihat adegan dalam video porno yang dapat dengan mudah
diakses. Artinya, dalam hal ini anak berada dalam lingkungan yang sudah
terpapar video porno. “Jadi mereka (pelaku) sebenarnya juga korban dari
lingkungan yang sudah terpapar dan pengasuhan yang lalai. Sehingga bisa
mengakses video porno. Kemudian kalau disebutkan peristiwanya terjadi di
sekolah, itu artinya sekolah juga sudah tidak aman. Karena anak ada kesempatan
melakukan kekerasan. Jadi ada kelalaian pengawasan guru. Jadi semua
berkontribusi terhadap kejadian ini,” katanya.
Karena itu sebagai langkah awal, baik korban
maupun pelaku, kata Maria, perlu menjalani terapi pemulihan. Terutama terhadap
korban, harus sesegera mungkin diberi konseling yang dilanjutkan pemulihan
psikologis dan psikis. “Pelaku juga perlu menjalani konseling, agar memorinya
bisa dicuci tidak tercemar dengan video prono. Apa yang dilihat anak-anak
itukan melekat dalam memori mereka. Jadi perlu di brain wash, agar hal-hal
porno dapat dikikis. Kalau tidak, dia (pelaku,red) akan menjadi pelaku dengan
korban yang lain,” katanya. Saat ditanya seperti apa pola terapi yang tepat
terhadap korban maupun pelaku, menurut Maria dengan cara konseling atau terapi
psikologi. Karena psikolog mempunyai keahlian dalam hal tersebut.
“Dalam kasus ini kekerasan seksual terhadap
anak, saya kira juga harus ada upaya dari masyarakat, memberi perlindungan
kepada anak-anak dengan lingkungan yang aman, terbebas dari pornografi. Anak
harus diberi pemahaman, masyarakat juga harus sadar bahwa setiap tindakan
mereka, akan ditiru anak-anak. Karena anak itu kan tidak tahu, mereka hanya melakukan apa
yang mereka lihat. Jadi kembali kepada orangtua, penting menerapkan pengasuhan
yang baik di rumah. Karena kasus ini kan
sudah seperti fenomena gunung es,” katanya. Sebelumnya, puluhan orangtua murid
melakukan aksi unjukrasa di depan SD Negeri Percobaan Jl. Sei Petani, Kel.
Merdeka A, Kec. Medan Baru, Selasa (14/10) kemarin. Aksi dilakukan setelah
terungkap adanya dugaan dua siswi kelas 4 SD tega menganiaya teman sekelasnya
secara seksual, setelah terinspirasi adegan film porno. Peristiwa diduga
terjadi saat jam istirahat sekolah, awal Oktober lalu. Saat teman-temannya asik
bermain, Ta dan In malah sibuk menarik paksa Nab yang kala itu sedang bermain,
ke dalam kamar mandi sekolah. Setiba di kamar mandi, Ta dan In pun meminta tiga
rekan lainnya masing-masing D, D dan C menjaga di depan pintu kamar mandi. Di
hadapan ketiga temannya, Ta dan In melakukan kekerasan seksual dengan
menggunakan gagang pembersih kamar mandi. (gr-de)
No comments:
Post a Comment