Febriansyah foto semasa hidup |
PALUTA-
Usai
tenggak obat anti kejang-kejang, seorang balita berusia 1 tahun 8 bulan
meninggal dunia di ruang anak RSUD Paluta, Aek Haruaya, Kec. Portibi, Selasa
(14/10) sekira pukul 12.00 WIB. Kematian Febriansyah tak hanya meninggalkan
luka mendalam bagi ayahnya, Jamal Siregar (35). Tapi warga Desa Hutapuli, Kec.
Halongonan itu juga menuding dokter salah memberi resep. Kepada Metro Tabagsel (grup POSMETRO MEDAN) Jamal
menceritakan, ia membawa anaknya berobat ke RSUD Paluta, Senin (13/10) lalu
dengan kondisi sakit.
Setibanya
di RS, anaknya lantas diperiksa dan ditangani oleh dokter spesialis anak dr Windiya
SpA. Setelah penanganan pertama yang menghabiskan 6 botol infus, akhirnya
dokter menyarankan anaknya menjalani rawat inap. Keesokan harinya, atau Selasa
(14/10) sekitar pukul 11.00 WIB, Jamal tak kuasa melihat putranya yang tak
henti-hentinya menangis. Karena kawatir, Jamal pun menemui dan berkonsultasi
dengan dr Windiya. Oleh dr Windiya, ia diberi resep obat bernama cefarin dan
aktaval. Sebelum Jamal membeli obat, dr Windiya pun berpesan bahwa reaksi obat
itu nantinya jangan di permasalahkan, sebab obat itu katanya akan membuat si
anak diam dan tertidur pulas.
“Nanti
jangan heran ya, obat itu akan membuat anak ini tertidur,” kata Jamal Siregar
menirukan ucapan dr Windiya. Tanpa berpikir panjang, Jamal pun membeli obat
tersebut ke apotik yang berada di dekat RS seharga Rp150 ribu. Sepulang dari
apotik, ia pun segera menyerahkan obat pada si dokter. Lalu atas perintah
dokter itu, seorang perawat pun menyuntikkan obat tersebut melalui selang infus
yang terpasang pada tangan Febriansyah. Selang setengah jam setelah pemberian
obat, Febriansyah akhirnya diam. Semula Jamal mengira anaknya tertidur pulas. Tapi perkiraan Jamal meleset.
Saat diperiksa lagi ternyata Febriansyah telah tidur untuk selamanya.
“Kami
pikir anak kami itu tertidur, saat di periksa ternyata sudah meninggal dunia,”
ceritanya. Spontan, Jamal pun mengamuk dan kecewa dengan pelayanan RS.
Tapi ia dan istrinya Maslaini tak bisa
berbuat banyak. Bahkan saat mengetahui kejadian ini, kata Jamal, dr Windiya
sempat memeriksa kondisi Febriansyah. Tapi usai memeriksa, dokter itu pun
berlalu begitu saja tanpa memberikan penjelasan kepada Jamal dan istrinya. “Sampai
saat ini, aku belum pernah mendapat penjelasan dari dr Windiya terkait penyebab
kematian anakku. Aku tahu ini ajal, tapi kenapa pelayanan di rumah sakit ini
sangat buruk ,” geramnya.
Sementara
itu Nenek Febriansyah yang biasa di sapa Ompung Bona (55) saat berada di RS
juga mengaku mendengar ucapan dokter yang menyatakan bahwa nantinya jangan
heran dengan reaksi obat. Sebab obatnya akan membuat si anak tertidur pulas. “Iya
saya juga dengar ucapan dokter itu, katanya jangan heran kalau sudah minum
obat, anak ini akan tertidur,” ujar Ompung Bona.
Sementara itu, dokter spesialis anak dr
Windiya saat dikonfirmasi via selulernya mengatakan ia hanya memberi obat anti
kejang-kejang kepada Febriansyah. Lalu apa penyebab kematian Febriansyah?
Ditanya begitu, dr Windiya mengaku tidak bisa menjelaskannya melalui telepon,
ia pun menyarankan kru koran ini menemuinya di RSUD Paluta.
“Saya
hanya memberi obat anti kejang-kejang saja, untuk lebih jelasnya, datang saja
ke RS, biar bisa kita jelaskan,” pungkasnya. Pantauan kru koran ini Rabu
(15/10) saat berada di rumah duka, Desa Hutapuli, Kec. Halongonan, orangtua almarhum
Febriansyah terlihat masih syok dan belum bisa melupakan peristiwa itu. Ia
berharap kejadian yang dialaminya, kedepannya tidak terjadi kepada orang lain.
Jamal pun mengaku sangat kecewa dengan pelayanan RS yang tidak pro rakyat kecil
dan bahkan dalam memberikan pelayanan, pihak RS pun terkesan tebang pilih. “Kalau
yang kaya, cepat kali di layani, kenapa orang susah seperti kami malah tidak
mendapatkan pelayanan yang baik,” tutupnya.(smg/deo)
No comments:
Post a Comment