>> Sidang Kasus Penikaman Kompol Darwin
Kasus
penganiyaan terhadap anggota kepolisian, Kompol Darwin Hutagaol, dengan tiga
terdakwa yakni Aswin Purba, Rizki dan K Simanjuntak, Senin (3/11) siang
akhirnya digelar di ruang Cakra VI Pengadilan Negeri Medan.
Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Christina menjerat ketiga terdakwa dengan Pasal 170 jo 351 ayat 1 jo
Pasal 55 KUHPidana. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, dijelaskan penganiayaan
tersebut terjadi 5 Agustus lalu di Terminal Terpadu Amplas, Medan . Dimana saat itu, Kompol Darwin baru
pulang dari kampungnya, Pematangsiantar.
"Begitu
tiba di terminal, korban berjalan ke Simpang Amplas. Kemudian melihat ada
segerombolan orang yang sedang tarik-tarikan barang dan korban yang merupakan
polisi datang menghampiri untuk melerai," kata jaksa di hadapan majelis
hakim yang diketuai Waspin Simbolon SH.
Dijelaskan
jaksa, setelah sampai ke tempat segerombolan orang itu, ternyata para terdakwa
sedang merampok orang yang baru keluar dari terminal. Kompol Darwin yang
bertugas sebagai tenaga pendidik di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sampali itu mencoba
untuk membantu korban.
Ternyata para
terdakwa bukan menghentikan aksinya, malah menyerang Kompol Darwin. Karena para
pelaku berjumlah banyak, Kompol Darwin pun kalah dan langsung dianiaya oleh
terdakwa.
Usai
mendengarkan dakwaan jaksa, sidang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
korban. Di hadapan majelis hakim, Kompol Darwin selaku korban menyatakan, dia
dikeroyok oleh para terdakwa di Simpang Amplas. Dimana saat itu, dia baru
pulang dari Pematangsiantar dan hendak kembali ke SPN Sampali dengan menunggu
Angkutan Kota (Angkot) di depan terminal Amplas tersebut.
"Tiba-tiba
saya lihat ada gerombolan orang sedang tarik-tarikan. Awalnya saya kira mereka
berteman. Tapi saya dengar orang di sebelah saya ngomel kalau itu perampokan.
Karena tidak ada yang melerai, saya kemudian datang. Naluri polisi saya sadar,
saya memang sendiri saat itu, tapi saya kasihan melihat anak yang dirampok
itu," kata Kompol Darwin.
Dijelaskan
Kompol Darwin, setelah didatanginya, dia kemudian menyuruh para terdakwa agar
mengembalikan barang-barang yang dirampok oleh pelaku kepada pemiliknya.
"Saya
bilang saya polisi, tapi orang itu langsung melawan. Saya tarik barang dan
handphone dan kembalikan ke korban itu. Saya juga suruh kembalikan uang korban
itu dan saya rogoh langsung kantong pelaku ini, tetapi mereka tidak mau dan
langsung saya diserang, saya lakukan perlawanan," tuturnya.
Saat itu, kata Darwin , pelaku berjumlah
4 orang dan dia masih bisa melawan keempatnya. Dia pun menggunakan alat pisau
lipat untuk melawan keempat pelaku itu.
"Karena
saya masih bisa melawan mereka, kemudian mereka panggil kawannya ada berjumlah
sekitar 60 orang. Di situlah saya dianiaya mereka," katanya.
Karena
penganiayaan itu, kata Darwin ,
tulang rusuknya pun patah. Dan beberapa tubuhnya mengalami luka-luka serius.
Usai
mendengarkan keterangan saksi korban, majelis hakim pun kemudian menunda sidang
tersebut hingga pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Dalam perkara
ini, sebenarnya empat orang yang menjadi terdakwa. Namun salah satu terdakwa,
yakni Opin Ganda Syaputra meninggal ketika ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan
pada 24 Oktober lalu. (bay)
No comments:
Post a Comment